Sunday, 27 September 2015

Rasakan


Dititik permulaan aku berjalan, ustadz ditempat kami mengaji, beliau sering kali berseru, “rasakan!”.
Awalnya aku mengabaikannya, menganggap itu tidaklah penting dan tidak bermakna. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kajian islam yang ku kaji, aku sering kali mendapati kalimat-kalimat dari salaf yang tak ku mengerti, seperti perkataan Amirul Mukminin Umar bin Khatthab :

“Aku tidak peduli dengan keadaan susah atau senangku, karena aku tidak tahu manakah diantara keduanya itu yang lebih baik bagiku”
Ada lagi :
“Aku tidak diresahkan dengan terkabulnya do’a, namun yang ku resahkan adalah keinginan untuk berdo’a itu sendiri”
Kemudian :
Dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sungguh mereka (para nabi) bergembira dengan musibah sebagaimana kalian bergembira dengan kemudahan”
(Diriwayatkan oleh Ma’mar bin Rasyid, Ahmad, Ibnu Majah dan selain mereka. Dishahihkan oleh Albany rahimahullah dalam Ash-Shahihah no.2047)
---
Awalnya aku tidak mengerti mengapa kesusahan itu bisa lebih baik daripada kesenangan, dulu aku merasa resah dengan terkabul atau tidaknya do’a dan aku tidak mengerti rasanya bergembira karena musibah, justru aku merasa heran, bukankah musibah hanya akan melahirkan kesedihan?
---
Sekarang aku mulai mengerti, sekarang aku mulai merasakannya juga walau tak sesempurna perasaan yang dirasakan oleh khalifah Umar dan para Nabi. Aku pernah merasa iri dengan temanku yang mendapat musibah berupa sakit, aku merasa ia disayang dan aku didiamkan, namun aku yakin prasangka ini salah, aku tidak boleh berprasangka bahwa aku didiamkan, ini bukan didiamkan, namun ini adalah ujian rasa syukur.

Ketika aku mulai mengerti perasaan seseorang, akupun ikut merasakan, sakitnya, sedihnya, senangnya hingga beban yang dipikulnya. Aku mengerti rasanya mengerti perasaan. Aku meyakini bahwa yang bisa mengerti perasaan hanya yang mengalami hal yang sama, jika ada yang berkata bahwa ia mengerti perasaan tanpa mengalami hal yang sama, mungkin yang ia maksud adalah mencoba mengerti perasaan.

Saturday, 26 September 2015

Sumber Semangat Menghafal


Ketika semangat menghafalku adalah untuk mengejar teman-teman yang sudah mendahuluiku, akhir yang ku rasa adalah kehampaan meski aku berhasil mengunggulinya, hingga akhirnya akupun berusaha menutup sumber semangat ini.

Dan ketika semangat menghafalku benar-benar ku murnikan hanya karena Allah, aku merasa hatiku penuh dengan rasa yang tak ku mengerti, namun sumber semangat ini masih sulit bertahan, tetapi aku harus yakin bahwa Allah akan memudahkan, inilah yang menguatkanku.

Aku berusaha meninggalkan ketergesa-gesaan, aku berusaha mendalami bahasa arab dan ilmu tafsir adalah karena ingin mentadabburi Al-Qur’an, tidak ingin hanya sekedar hafal namun maknanya tak teresapi, itulah rasanya hampa.

Ya Allah…
Jadikanlah Al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya didadaku dan pengusir kesedihanku.

Akhirnya Aku Menemukannya


Dimasa kecilku, aku sering kali mendengar kisah hidup orang-orang shaleh terdahulu, hingga akupun bertanya-tanya, ‘Apakah saat ini masih ada orang-orang seperti mereka?’. Pertanyaan itu akhirnya tertimbun masa dan akupun tidak berusaha mencarinya, aku tenggelam dalam kehidupan dunia.

Aku pernah merasa bahwa aku telah banyak mengetahui tentang syariat agamaku ini, namun ternyata aku tertipu oleh diriku sendiri, aku baru menyadarinya ketika aku melihat musnad Imam Ahmad dan akhirnya hatiku tergerak untuk mendalami islam kembali, akupun mulai mengaji. Disaat itulah, perlahan aku mulai menemukan orang-orang yang memiliki kedalaman ilmu dan keindahan akhlak, ya, akhirnya… ku menemukannya dan akupun mulai mengejarnya (menyamai amalannya-red-).

Diantara orang-orang itu adalah syaikh Abdurrozzaq Al-Badr –Hafidzahullah-, amalan dan kelembutannya telah menyentuh hatiku. Aku ingin lebih banyak lagi mengetahui amalan orang-orang shaleh yang hidup di zaman ini, karena ketika aku mengetahuinya, akupun berpengaruh untuk melakukan hal yang sama dan menjadi lebih mampu/tegar untuk melakukannya.

Mari, berlomba-lomba dalam kebaikan : )

Thursday, 24 September 2015

Belajar Fiqh Yuk ^^


Saudaraku, mari kita belajar bersama, belajar fiqh dengan kitab Bidayatul Mutafaqqih, setiap malam senin ba’da isya.
Ini link videonya, klik disini
Ini link ebooknya, klik disini
---
Mari berusaha menjadi orang yang beriman dan berilmu
Serta berusaha menjadi hamba Allah yang taat dan menjadi manusia yang bermanfaat
---
Baarakallahu fiikum
Selamat belajar : )

Pengaruh Negatif Mencontek


Tuesday, 22 September 2015

Jasa Ibu


“Janganlah engkau mengasah tajamnya lidahmu dengan menyakiti hati ibumu yang telah mengajarkanmu berbicara”
---
Nasehat indah yang ku baca dari facebook seorang ustadzah, jazaakillah khayr, ku ketik kembali dan ku sebarkan disini agar lebih banyak lagi yang mengetahuinya dan mengamalkannya.

Cinta Allah


“Janganlah kau mengira bahwa dirimulah yang mengajakmu untuk berbuat kebaikan.. bahkan sesungguhnya engkau hanyalah seorang hamba yang Allah mencintaimu (sehingga Dia membimbingmu agar berbuat kebaikan).. maka janganlah kau sia-siakan cinta Allah (kepadamu), sehingga Dia melupakanmu”

~Ibn Qayyim Al-Jauziyyah~

Monday, 21 September 2015

Salaman


07 September 2015, aku mulai latihan mengajar di MAN 3 Jakarta. Aku mengajar di kelas XI IPA 1 Rombel 1, total semuanya 20 siswa, 13 perempuan dan 7 laki-laki. Di awal pertemuan, saat akan pulang, aku telah mengatakan, “ anak laki-lakinya tidak perlu salaman ya : ) “. Sejak hari itu, semua anak laki-laki langsung duduk/langsung pulang, tidak seperti anak perempuannya yang salaman terlebih dahulu.

Aku tidak tahu bahwa mereka tahu atau tidak alasan aku menolak untuk salaman, aku tidak memberitahu mereka, karena sudah seharusnya mereka tahu.

Hari ini aku dibuat tersenyum oleh murid-muridku ini, 3 orang laki-laki, ketika akan pulang, mungkin karena tidak terbiasa ‘nyelonong’ gitu aja, ada yang memanggilku, “Bu” sambil meletakan tangan di dadanya, isyarat salaman tanpa menyentuh. Yang lain berkata, “Ibu, pamit” juga sambil meletakan tangan di dadanya. Refleks aku berkata, “Pintar”. Hatiku berdo’a, semoga mereka menjadi pemuda yang shaleh.

Ini jadi mengingatkan aku, saat salamanku ditolak oleh seorang dosen. Semoga semakin banyak yang mengetahui dan mengamalkan, bahwa ada makna hadits “Tertusuknya kepala salah seorang diantara kalian dengan jarum besi itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.”

Tuesday, 15 September 2015

2 Dunia


Aku pernah menjalani salah satunya, masa dimana aku seakan tidak mengenal Rabbku, terpesona dan sangat berambisi untuk kehidupan dunia dan melupakan kehidupan akhirat, tidak mengherankan jika saat itu teman didekatku adalah yang tak jauh berbeda denganku.

Kini aku sedang menjalani salah satunya lagi, hari dimana aku terus saja memikirkan mereka, bagaimana agar dapat seperti mereka dan kelak akan bersama mereka, menjalani hari dengan rasa takut dan penuh harap, hingga sering kali harus menahan diri dari sikap yang tidak seharusnya, namun aku merasa senang, karena kini teman yang berada didekatku adalah orang-orang selalu ada Allah dihatinya.

Dari kedua jalan itu, aku telah memutuskan untuk memilih jalan yang kini sedang ku tempuh, jalan yang ku yakini dapat mengantarkanku untuk bertemu dengan Rabbku, aku ingin selalu berjalan dibawah naungan Al-Qur’an dan Sunnah.

Walau aku senang di duniaku sekarang, bersama teman-teman yang selalu ada Allah dihatinya (bukan maksudku yang lain tidak ada Allah dihatinya, ini adalah masalah kadar dan intensitas mengingat), aku tidak bisa melupakan teman-teman lamaku, karena mereka yang lebih dahulu memberikan warna dalam hidupku yang membuatku tidak merasa sendiri. Oleh karena itu, aku berusaha menumbuhkan kecintaan kepada Allah dihati teman-temanku, semampuku, agar kita dapat terus bersama dalam kebaikan.

Aku sering sendiri, namun bukan berarti aku tidak ingin bersama, sebenarnya aku juga ingin bersama, namun hanya ingin bersama dalam kebaikan, jika bersamanya adalah untuk nongkrong-nongkrong, makan-makan, main kartu (ex : uno/41), maaf aku tidak bisa, bagiku itu membuang-buang waktu, uang dan energi. Ada sesuatu yang akan selalu ku kejar, oleh karena itu, aku tidak bisa bermalas-malasan.
“Semakin tinggi cita-citamu, semakin sedikit waktu santaimu”

Namun jika ada yang mengajakku untuk datang kajian kitab, menghafal bersama, masak bareng dan kegiatan bermanfaat lainnya, insyaAllah aku bersedia bersama.

Teman lama dan teman baruku membuatku seperti berada di dua dunia, dunia mereka yang masih menjadi anak gaul dan dunia mereka yang sudah menjadi anak pengajian. Aku tidak membeda-bedakan teman-temanku, karena mereka semua memiliki sisi baik dan aku mencintai mereka semua : )

Monday, 14 September 2015

Kenangan


Ketika aku mencoba melupakan semua kenangan yang tidak sesuai harapanku, yang ku rasa selama itu adalah kehampaan dan kesendirian. Ketika aku melihat video aku dan teman-temanku di masa lalu, membaca kembali diary ku, aku merasa semua kenangan itu mengalir kembali dalam ingatanku dan aku merasa memiliki banyak hal. Aku tidak bisa melupakan masa laluku setidak menyenangkan apapun itu dan sedalam apapun aku mencoba menguburnya kini aku mulai berfikir untuk membiarkan kenangan itu berjalan bersama kehidupanku saat ini, bukan untuk membuatku berandai-andai apalagi menyesali, namun untuk memicu semangatku dan pelajaran untuk generasi yang akan datang.

[Kenangan Ujian Masuk Perguruan Tinggi]

Saat aku tidak tahu apa itu cita-cita, ibu temanku sekehendaknnya menuliskan bahwa cita-citaku dalam buku kenangan TK adalah polwan, itu tidak benar, aku tidak pernah ingin menjadi polwan, dan saat aku mulai mengerti apa itu cita-cita, aku mulai bercita-cita untuk menjadi guru dan cita-cita itu tetap terjaga hingga saat ini, itulah alasan aku memilih kampus pendidikan.

Saat ujian masuk Perguruan Tinggi 3 tahun yang lalu, aku hanya mencoba 2 kampus, UNJ prodi pendidikan kimia dan UIN prodi pendidikan kimia, prioritasku adalah UNJ prodi pendidikan kimia.

SNMPTN undangan, SNMPTN tulis dan ujian mandiri, aku melakukan semuanya untuk kedua kampus tersebut.

Hasilnya, aku gagal total pada SNMPTN undangan.

Sebelum pengumuman hasil SNMPTN tulis, aku mencoba jalur mandiri UIN. Saat pengumuman hasil SNMPTN tulis, aku diterima di UIN, namun aku melepaskannya dan mencoba jalur mandiri UNJ.

Akhirnya, aku lolos seleksi tahap 1 jalur mandiri UNJ. Selanjutnya adalah tahap wawancara, ada 2 pertanyaan yang seakan masih hangat dalam ingatan, pertanyaan terkait cita-citaku, aku katakan bahwa aku ingin menjadi Menteri Pendidikan, hhe, aku serius saat itu. Kemudian pertanyaan terkait alasan memilih UNJ, seketika aku merasa sesak dan berkaca, teringat keputusan yang telah ku ambil dan resiko yang akan ku jalani. Sebenarnya aku merasa malu mengingat ini, namun sekarang semua itu menjadi kenangan yang membuatku tersenyum sendiri ketika mengingatnya.

Saat itu yang mewawancaraiku adalah seorang dosen. Sebenarnya aku kurang yakin, namun sepertinya beliau kini adalah Pembimbing Akademik ku.

Depok, 13 September 2015