Di perjalanan menuju Jonggol (Jum’at, 13 Januari 2017),
entah mengapa hati tertarik untuk mejelajahi rute yang tak biasa di lalui,
seringnya lewat Cibubur entah mengapa kini sedang ingin lewat Cibinong. Di
tengah jalan aku melihat pintu masuk menuju salah satu pabrik semen, hati
bergumam: ‘oh ini jalan yang dimaksud tentanggaku’. Tidak jauh dari
pabrik semen itu aku melihat angkot belok ke kanan, aku penasaran dengan jalan
itu, aku berhipotesis jalan ini bisa menuju jonggol lebih cepat, ku ikutilah
angkot tersebut.
Jalan ini sepi, aku jadi deg-degan dan sedikit gemetar. Kendaraan
yang melalui jalanan inipun dapat dihitung, khayalku jadi berlebihan. Aku
melaju cukup kencang, karena sepi dan jalan tak berlubang, aku rasa aku tak
jauh dari stasiun Nambo, entahlah, yang pasti anak yang lahir dan tumbuh dewasa
disekitar keramaian sepertiku sulit sekali menerima suasana yang seakan tak
berpenghuni ini.
Aku merasa tak berdaya sekali di tempat itu, di sisi
kanan dan kiriku tersusun tanah yang menggunung, tumpukan drum-drum besar
mengangkasa, luas, tinggi, dan besarnya tempat pengolahan semen dan pegunungan yang
berdiri kokoh itu membuatku merasa pasrah pada-Nya, aku merasa kecil sekali
dihadapan keagungan-Nya, aku bukan apa-apa, aku tak berdaya tanpa-Nya, aku
seperti merasakan rasanya orang-orang yang berada di tengah samudra yang
diterjang badai. Aku tidak berlebihan! memang itu rasa yang Allah hadirkan di
hatiku.
Menemani Senja
Andalus, 16 Januari 2017
No comments:
Post a Comment