Miu sepertinya sedang sakit, dia sulit di starter, aku
khawatir terjadi hal yang sama seperti beberapa tahun sebelumnya, saat di lampu
merah Miu mati dan tidak mau hidup, aku dan Iki berusaha menghidupkannya
kembali, starter dan slah (gimana ya tulisannya) tak membuahkan hasil, aku yang
saat itu memang harus bergegas menuju kampus akhirnya meninggalkan Iki dan Miu di
TKP dan naik angkot menuju stasiun. Maaf ya Mas Bro ngerepotin terus, Uhibbuka
fillah.
Kembali ke tujuan penulisan, hari ini aku ke Jonggol bersama
Miu yang sedang sakit, butuh beberapa puluh kali starter baru Miu mau
menghidupkan mesinnya, hm. Aku berhenti untuk mengisi bensin, setelah selesai
mengisi, aku berusaha menghidupkan Miu, starter, Ga nyala! Deg! Entah sudah
berapa kali dicoba, belum nyala juga, hampir-hampir aku memutuskan nyelah,
walaupun jarang sukses, tapi coba starter lagi deh, entah percobaan yang
keberapa baru akhirnya menyala, alhamdulillah.
Di pikir-pikir waktunya singkat, namun di waktu yang
singkat itu banyak sekali iklan pikiran melintas. Sampai merasa khawatir karena
tidak bisa menghubungi siapapun, karena tidak membawa HP, anggap saja memang
tidak punya HP. Sampai merasa ingin minta tolong selahin, tetapi malu
mengungkapkannya, tahan dan pendam sendiri.
Di tengah jalan, aku tersadar, mengapa telat sekali, aku
menyesali diriku, mengapa aku bergantung pada diriku sendiri dan mengharapkan
bantuan orang lain. Astagfirullah. Bukankah seharusnya ini adalah kesempatan
meminta bantuan Allah? Bergantung kepada Allah semata, seharusnya Allah yang
pertama kali aku minta bantuan-Nya. Seharusnya Allah yang pertama kali ku
harapkan. Astagfirullah. Ini pelajaran.
Semoga pengalaman ini bermanfaat.
Desaku, 27 Januari 2017
No comments:
Post a Comment