Friday, 27 January 2017

Melatih Tawakkal



Miu sepertinya sedang sakit, dia sulit di starter, aku khawatir terjadi hal yang sama seperti beberapa tahun sebelumnya, saat di lampu merah Miu mati dan tidak mau hidup, aku dan Iki berusaha menghidupkannya kembali, starter dan slah (gimana ya tulisannya) tak membuahkan hasil, aku yang saat itu memang harus bergegas menuju kampus akhirnya meninggalkan Iki dan Miu di TKP dan naik angkot menuju stasiun. Maaf ya Mas Bro ngerepotin terus, Uhibbuka fillah.
 
Kembali ke tujuan penulisan, hari ini aku ke Jonggol bersama Miu yang sedang sakit, butuh beberapa puluh kali starter baru Miu mau menghidupkan mesinnya, hm. Aku berhenti untuk mengisi bensin, setelah selesai mengisi, aku berusaha menghidupkan Miu, starter, Ga nyala! Deg! Entah sudah berapa kali dicoba, belum nyala juga, hampir-hampir aku memutuskan nyelah, walaupun jarang sukses, tapi coba starter lagi deh, entah percobaan yang keberapa baru akhirnya menyala, alhamdulillah.

Di pikir-pikir waktunya singkat, namun di waktu yang singkat itu banyak sekali iklan pikiran melintas. Sampai merasa khawatir karena tidak bisa menghubungi siapapun, karena tidak membawa HP, anggap saja memang tidak punya HP. Sampai merasa ingin minta tolong selahin, tetapi malu mengungkapkannya, tahan dan pendam sendiri.

Di tengah jalan, aku tersadar, mengapa telat sekali, aku menyesali diriku, mengapa aku bergantung pada diriku sendiri dan mengharapkan bantuan orang lain. Astagfirullah. Bukankah seharusnya ini adalah kesempatan meminta bantuan Allah? Bergantung kepada Allah semata, seharusnya Allah yang pertama kali aku minta bantuan-Nya. Seharusnya Allah yang pertama kali ku harapkan. Astagfirullah. Ini pelajaran.

Semoga pengalaman ini bermanfaat.

Desaku, 27 Januari 2017

No comments:

Post a Comment