Sesungguhnya aku sangat menyadari bahwa teman itu
memiliki pengaruh, baik besar maupun kecil, baik kita sadari ataupun tidak, maka
dari itu bertemanlah dengan orang yang dekat kepada Allah, karena orang yang
seperti itu tidak akan mencela/menyalahkan kita ketika kita melakukan kesalahan
padanya, yang ketika kita meminta maaf ia akan maafkan atau ia akan berkata, “engga
apa-apa” atau “udah engga perlu minta maaf”, yang akan tetap bersikap baik
walau kita mungkin telah/pernah menyakiti hatinya, yang akan selalu berusaha membantu
temannya dimasa sulitnya, yang akan menasehati kesalahan temannya dengan kelembutan
disebabkan rasa cintanya kepada kita, yang akan menutupi aib kita disaat orang
lain tanpa rasa bersalah telah menyebarkannya, yang senantiasa memberikan udzur
meski kita diam tak memberi alasan.
Bertemanlah dengan orang yang dekat kepada Allah, karena
orang seperti itu adalah orang-orang yang (memungkinkan) senantiasa mendo’akan
kebaikan untuk kita dalam sujudnya.
Aku menuliskan ini karena teringat respon temanku
terhadap kesalahanku, berikut adalah cerita tentang perbedaan menyikapi :
Cerita pertama, saat sedang KKN, maksud hati ingin
menaikan listrik yang turun, namun ternyata bukan dinaikan malah diturunkan, (disini
ada kesalahfahaman, yang membuatku merasa ini tidak mutlak kesalahanku), temanku
yang sedang membuat sertifikatpun menjadi kesal, aku meminta maaf atas pembaharuan
sertifikat itu yang hilang karena belum disave, namun ia masih memiliki file
sertifikat sebelumnya. Aku meminta maaf dan ku katakan akan aku buatkan yang
baru, namun permintaan maafku dibiarkan mengambang di udara, ia bermuka masam
sambil mengatakan sesuatu yang tidak melapangkan hati.
Cerita Kedua, kejadian beberapa minggu yang lalu, aku
tidak sengaja membuat cobek temanku terbelah, setelah aku meminta maaf, ia
berkata, “udah engga apa-apa, mengurangi produksi sambel”. Jawabannya melapangkan
hatiku, walau ia berkata tidak apa-apa, tetap saja hatiku berkata, InsyaAllah
aku akan menggantinya.
Cerita ketiga, kejadian beberapa hari yang lalu, ketika
kami bertiga sedang bercanda, aku tidak sengaja menyenggol gelas sehingga ia
terbalik dan menumpahkan airnya, qadarullah air tersebut mengalir menyelimuti
handphone temanku, sehingga aku meminta maaf dan ia berkata, “ngga papa, biar
Hp nya mandi”
Aku mengetahui kegiatan keseharian ketiga temanku
tersebut (karena aku pernah/memang tinggal seatap dengan mereka), sehingga aku
bisa melihat shalatnya, intensitas membaca al-Qur’annya dan bisa membuat
hipotesis terkait kedekatannya kepada Allah.
“Nikmat iman dan islam adalah nikmat terbesar, setelah
itu adalah nikmat memiliki teman yang dekat kepada Allah”
Kamar tercinta, 31 Oktober 2015
Ditengah lelahnya benak menyelam dalam penulisan skripsi
Teringat orang-orang tercinta, bersyukur atas hadirnya
mereka
Semoga kita bersama kembali di Surga yang saat ini kita bersama
berusaha meraihnya
Bersama Allah dan orang-orang tercinta