Saturday, 2 February 2019

Menjadi Santri

Selepas membaca artikel tentang santri entah kenapa jadi senyum-senyum sendiri, meski aku bukan santri seutuhnya, namun hidup bersama santri lain membuat aku memahami sulit dan senangnya kehidupan pondok.

Jadi ingat, malam-malam hujan deras, kami ingin kembali ke kamar namun tidak ada payung, sebenarnya ada payung, namun kami takut menggunakannya karena belum izin, akhirnya beberapa orang tetap berdiri memikirkan terobos saja atau adakah cara lain, beberapa santri langsung terobos saja, ada juga yang menerobos hujan sambil membawa ember cucian, masyaallah, beberapa santri berupaya memilih jalan yang minim terkena hujan namun akhirnya sama saja, basah juga, dan ada tiga santri yang akhirnya tak ada payung nampan-pun jadi.

Berbeda rasanya ketika aku hidup di pondok sebagai pengajar/musyrifah dengan kehidupan sebagai santri. Kehidupan di pondok yang tingkat ekonomi keluarganya rata-rata di atas juga berbeda dengan kehidupan pondok yang rata-rata tingkat ekonomi nya menengah atau ke bawah.

Ketika masih menjadi mahasiswi aku juga nyantri bersama mahasiswi lain, tentu rasanya berbeda, kini aku nyantri bersama teman-teman yang kebanyakan usia SMP atau SMA rasanya seperti mengulang masa SMP dan SMA.

Semoga adik-adik ku Allah lembutkan hatinya untuk menjadi santri.

No comments:

Post a Comment