Pekan ini libur, aku bersama temanku berkunjung ke rumah ustadzah kami di Pamijahan, Bogor, sekalian mau melihat anak Ummu yang keempat, dan mau melihat Kampung Bahasa Arab BISA.
Kami mengendari bitem, perginya aku yang mengendarai. Ketika sedang mengendarai, aku melihat betapa besarnya gunung di hadapanku, kemudian aku mencoba fokus mengendarai lagi, seketika aku melihat beberapa motor yang berada jauh di depanku, terlihat sangat kecil dihadapan gunung yang besar itu, seketika Allah sadarkan hatiku, tidak pantas kita sebagai manusia itu sombong, apa yang kita miliki?, kita sangat kecil, jika Allah menghendaki gunung itu menghimpit atau menimpa kita, apa daya kita untuk menghindarinya.
Setalah dua jam perjalanan, tibalah kami di Pamijahan, lalu main sama Jahid dan aku semakin sadar kalau anak laki-laki itu memang masyaallah, suka naik-naik ke tempat tinggi, kemudian kami memetik jamur tiram dan aku baru engeh ternyata seperti itu cara menanamnya (jalan-jalan yang menyenangkan bagiku adalah jalan-jalan ke tempat proses produksi), disuruh naik kuda, entah kenapa aku takut melihat kuda, apalagi menaikinya, walaupun ada rasa ingin, kapan-kapan saja, insyaallah.
Di belakang rumah Ummu ada kolam renang, namun di ruang terbuka. Ada juga kelici, burung dara, kambing, kuda, dan masih banyak lagi, belum sempat lihat-lihat semuanya, sempat melewati Asrama I’dad Muallimat untuk akhwat namun belum sempat lihat SMPIT BISA.
Oh iya, menjelang siang, ketika kami sedang nonton youtube, Jahid tidak sengaja menyenggol botol minyak lalu botol itu jatuh dan pecah, Jahid terdiam setelah sebelumnya aktif kesana-kemari, aku menangkap Jahid merasa bersalah, namun belum tahu apa yang harus ia perbuat, kami semua juga terdiam sejenak, tidak ada sepatah katapun diantara para penonton youtube yang menyalahkan Jahid. ketika aku memintanya menjauh agar tidak terkena serpihan kaca, tiba-tiba ia menangis, mungkin Jahid merasa aku memarahinya, lalu ia mencari Abi/Uminya. Serpihan kacapun selesai dibersihkan, Jahid hanya menangis sebentar, ia diam sendiri, kemudian makan kuwaci lagi, beberapa kali aku mendapati ia mengatakan Jahid bisa nih, termasuk buka kulit kuwaci dan pindah dari ayunan ke tiangnya ayunan, tanpa melewati tanah. Baarakallahu fiih.
Waktu berlalu begitu cepat dan tak terasa, terakhir bertemu Jahid itu ketika Jahid baru belajar berjalan (sekarang usianya kalau tidak salah sudah 3 tahun) dan Farah (sepupu Jahid) masih dalam buaian, belum jalan, kini keduanya sudah besar, masyaallah. Itu berarti aku juga sudah semakin tua.
Tinggal di desa memang indah untuk pemandangan dan udaranya, namun seperti biasa masih sering terdengar berita pencurian, juga jauh dari pusat kesehatan, perbelanjaan, dll.
Jazaahallahu khayra untuk saudariku yang telah menemani.
Jazaahallahu khayra untuk Ummu dan keluarga yang selalu terbuka dengan kedatangan kami
Semoga Allah selalu menjaga kaum muslimin
Baarakallahu fiikum