Liburan
kali ini berbeda dengan yang sebelumnya, kalau sebelumnya aku lebih suka
jalan-jalan sampai akhirnya lebih suka mengisi liburan dengan membaca suatu
buku sampai selesai, liburan kali aku lebih banyak mengisi waktu untuk belajar membuat
makanan, ya, memasak.
“Teteh
masak? Tumben” begitu kata adikku
Sepertinya
menjadi suatu pemandangan yang sangat mengherankan ketika mereka melihat aku
memasak. Begitulah nasib orang yang hampir ga pernah masak, dipandang aneh. Insyaallah
suatu hari nanti aku jago masak, sehingga mereka ga terheran-heran lagi. Berikut
adalah beberapa masakan yang sudah jadi selama liburan ini, baru sedikit sekali.
Masakan
pertama, semur ayam. Aku masih takut memegang ayam mentah, jadi ibu yang
mencucinya. Rasanya enak, hanya saja ayam yang memiliki unsur karbon dalam
tubuhnya menampakkan sedikit karbonnya, sedikit hangus, he. Ini terjadi karena
aku tidak mengaduk-aduk malah sibuk membuat bumbu untuk ungkeb ayam.
Masakan
kedua, ayam goreng. Aku yang mengolah bumbu dan mengungkebnya, ibu yang
menggoreng, aku masih takut menggoreng ayam. Rasanya enak, sukses.
Masakan
ketiga, tumis jamur, rasanya lumayan, tapi entah kenapa aku masih belum puas dengan
rasanya. Apa karena aku kurang suka jamur?
Masakan
keempat, sup ayam. Menurut lidah aku rasanya sudah sesuai. Sup atau aku biasa
bilang sop ditempat yang lain rasanya berbeda, dari sini aku mulai penasaran
dengan berbagai makanan diluar, namun aku harus hati-hati karena pencernaan aku
cukup sensitif, jika ada makanan yang tidak cocok ia bisa keluar lagi melalui
kerongkongan. Oh iya disini aku sudah mulai berani memegang ayam mentah dan
memotongnya.
Masakan
kelima, cue balado. Ternyata menggoreng cue juga seperti ngajakin perang, meledak-ledak,
akhirnya ku serahkan saja pada ibu. Bumbunya tetap aku yang buat, namun aku
belum puas dengan rasanya, kenapa ya, mungkin karena aku pernah makan bumbu
yang lebih enak dari apa yang aku buat jadinya aku masih penasaran.
Masakan
keenam, sayur asem. Kayanya masak sayur asem biasa aja, tapi masakan aku ga
laku, ga ada yang makan, aku juga ga berani makannya, keasinan, kurang sedaplah.
Ya sudah tidak apa-apa namanya juga baru belajar. Ingat kata Pak Thomas, kita
itu bukannya gagal, tapi kita menemukan cara yang belum berhasil.
Masakan
ketujuh, lontong isi oncom, ini laku banget, langsung habis. Ini mah aku hanya
membantu saja, bukan pemeran utamanya.
Masakan
kedelapan, cireng, efek jajan cireng terus akhirnya memutuskan untuk buat aja,
googling. Oh iya, masakan 1-7 itu ga pakai googling, itu ilmu masak warisan
ibu. Aku jadi berfikir kenapa masakan ibu kita enak, karena dari kecil kita makan
masakan ibu, lidah kita sudah terbiasa, bisa kangen juga kalau lama ga makan
masakan ibu. Waktu kecil, aku pernah makan sayur asem di rumah teman, rasanya
manis. Lidah aku belum terbiasa dengan sayur asem yang manis.
Oh
iya, cireng ini rasanya lumayan, hanya saja dalemnya masih mentah, aku tanya
sama teman yang sudah lama di dunia masakan, katanya mungkin apinya kegedean, setelah
aku kecilin ternyata masih sama saja. Aku belum menemukan solusi ini, akhirnya
aku buat cilok aja adonannya.
Masakan
kesembilan, cilok. Cilok yang biasa dijual disekitar rumahku itu ga kenyel,
tapi aku pernah makan cilok buatan teman yang kenyel, temanku bilang, di jawa
itu ciloknya kenyel. Akhirnya aku biasa aja, mau ciloknya kenyel atau engga. Pas
bapak coba cilok buatanku, bapak bilang susah digigit. Hmm, mungkin nanti akan
coba buat yang ga kenyel, bumbu kacangnya juga masih banyak. Efek masak ga
pakai takaran, jadinya ga sesuai antara jumlah cilok dan bumbunya.
Akhirnya,
aku sedikit menemukan kesenangan dalam memasak, dulu di lab kimia ga boleh
bereksperimen, harus sesuai prosedurnya, sedangkan di lab cabe bawang aku bebas
bereksperimen. Jadi inget masanya aku kaku dalam memasak, di google nyuruh 15
rawit nurut aja, tapi logika berjalan, 15 pasti pedes banget, akhirnya buat
seblak dengan 10 rawit, ga laku deh masakannya, ga ada yang tahan sepedas itu.
Aku
ingat, muridku pernah bilang, “mamah aku mah kalau masak liat google dulu”
Jleb,
disitu aku berfikir, aku memang harus bisa membuat berbagai makanan, aku tidak punya
pilihan lain. Oh iya, ada iklan yang bilang, ga bisa masak itu gpp, yang
penting bisa makan. Aku tidak setuju, aku harus bisa masak dan aku bersyukur
bisa makan, karena ada orang yang tidak bisa makan, entah karena masalah pencernaan
ataupun karena tidak ada uang untuk membeli makanan.
Alhamdulillahiladzi
bini’matihi watimusshalihat
Kamis,
05 Juli 2018
Masih
Syawal