Tuesday, 28 February 2017

Menata Hati



Akhir bulan Februari 2017 ini, mengapa postingannya tentang yang sedih-sedih?
Apakah kamu sedang sedih?
 
Tidak juga, hari ini sudah 1 Jumadil Akhir 1438 H lho. Besok juga –Insyaallah- Raja Salman –Hafidzahullah- akan berkunjung ke Indonesia, pasti hati senang dong.

Lagi pula, ini perasaan yang aneh, namun nyata rasanya. Segala kesedihan yang digantungkan kepada-Nya itu rasanya tidak sesakit yang seharusnya. Bagaimana ya mengatakannya, rasanya itu seperti ada kenyamanan dalam kesedihan.

Belajarlah mengobati luka hati sendiri!

Jangan banyak mengeluh pada manusia!

Manusia itu tidak suka kalau ada manusia lain yang mengeluh padanya!

Tetapi Allah senang jika kita hanya mengadu kepada-Nya.

Menceritakan segala keluh kesah kita pada-Nya.

Manusia tidak bisa dihubungi setiap saat!

Tetapi Allah selalu dapat dihubungi kapanpun dan dimanapun.

Ayo, ayo kita latih!

Latih diri kita untuk tidak mengeluh pada orang lain!

Semoga Allah menguatkan hati kita.

Sekali Lagi Tentang Kesedihan




Benar sekali, selama kita hidup di dunia ini, selama itu pula hidup kita akan terus ditemani oleh kesedihan, tidak ada jaminan bahwa para pemilik harta adalah orang yang bahagia selamanya, mana mungkin bahagia seutuhnya jika di hatinya ada rasa takut hartanya hilang, usahanya pailit dan kekhawatiran lainnya.

Benar sekali, dunia ini memang tempatnya masalah, dan masalah itu kebanyakan membuat hati kita bersedih. Anak sakit kita sedih, dijauhi teman kita pasti sedih, ditinggal orang yang dicintai kita sedih, belum lulus kuliah disaat yang lain sudah wisuda kita sedih dan lain sebagainya. Ini baru tentang kesedihan terkait perkara dunia.

Lalu kesedihan yang terkait perkara akhirat seperti apa?

Bagiku, kesedihan dalam perkara ini adalah kesedihan yang paling menyakitkan. Disaat yang lain mampu membaca al-Qur’an dengan baik, namun kita belum mampu membacanya, sedih. Disaat yang lain sudah hafal al-Qur’an, namun kita belum, sedih lagi. Disaat yang lain mampu berbahasa arab dengan baik, namun kita belum, sedih juga, dan lain sebagainya. Kita sebaiknya memang tidak melihat sesuatu berdasarkan hasil akhirnya, namun tidak ada salahnya memanfaatkan itu untuk memotivasi.

Apakah engkau merasakannya juga? Kesedihan karena jauhnya amalan kita dengan amalan salafus shaleh? Apakah engkau merasakannya juga? Kesedihan yang menyakitkan karena merasa tertinggal? 

Banyak sekali, banyak sekali kesedihan yang terasa. Benar sekali, ini dunia, kesedihan itu hanya ada di dunia. Di surga tidak akan ada lagi kesedihan. 

Ya Allah aku memohon kepada-Mu, Surga-Mu yang tertinggi.

Ya Allah aku memohon kepada-Mu, Surga-Mu yang tertinggi.

Ya Allah aku memohon kepada-Mu, Surga-Mu yang tertinggi.

Tanpa hisab dan tanpa didahului adzab.

Kesedihan dalam Harapan



Semoga aku dan dirimu . . .
 
Diwafatkan oleh Allah dalam keadaan beriman kepada-Nya

Disaat cinta kepada-Nya sedang berada di Puncak tertingginya

Semoga aku dan dirimu . . .

Diakhir hayat kita, pada ayat-ayat tentang surgalah nafas kita terhenti

Atau pada saat sujud di malam sunyi

Atau pada saat diri berada disalah satu dari dua tanah haram

Mekkah al-Mukarromah atau Madinah al-Munawwarah

Kesedihan



Tugas kita hanya menyampaikan, sedangkan hidayah taufiq hanya Allah satu-satunya pemilik kehendak. Ini tentang kegelisahanku, kegeramanku, kegeregetanku terhadap muda-mudi yang pacaran, sejujurnya ini tentang kesedihanku melihat apa yang mereka lakukan, bukan aku sengaja melihatnya, namun karena mereka terlalu berbangga menampakkan kekeliruannya.
 
Sebenarnya akupun tak mengerti, mengapa aku peduli, mengapa aku bersedia meluangkan waktuku untuk menuliskan ini, dan akupun tidak mengerti mengapa aku menyayangi mereka. Sekalipun balasan yang terasa olehku adalah pengabaiannya, celaannya, ya sudahlah, segala sesuatu yang dilakukan karena Allah –Insyaallah- tidak akan sia-sia. Tugas kita hanya menyampaikan.

Selain menyampaikan, melalui tulisan secara umum atau khusus. Sejatinya 1 teladan itu lebih baik daripada 1000 nasehat, tetapi ku perhatikan dalam kasus pacaran ini, keteladanan itu seakan tak digubris. Keteladanan dari orang-orang yang tidak berpacaran, tak menjadi perhatian yang berpacaran. Semoga pernyataanku ini tidak benar, karena kita kan tidak tahu masalah hati.

Tugas kita hanya menyampaikan, maka dari itu akan ku sampaikan kembali untuk yang kesekian kalinya, jangan pacaran! Pacaran itu melanggar hukum Allah!

Allah mengajarkan kita untuk menjauhi zina (QS. Al-Isra:32), sedangkan pacaran adalah jalan menuju zina. Tidak mungkin tidak zina! Memandangnya sudah zina, memegangnya sudah zina, ini ada haditsnya. Maka, mari kita belajar, aku bukan orang yang memiliki kapasitas untuk menjelaskan dalilnya, namun karena besarnya kesedihanku dalam diamku tentang masalah pacaran ini, maka aku mengajak saudaraku mari kita pelajari perintah dan larangan Allah. Setiap saat tanyakan kepada diri kita, siapa aku dihadapan Allah?

Jangan Mendekatiku!



Wahai dunia, jangan mendekatiku!
Dekati yang lain saja!

Wahai dunia, aku membencimu!
Menjauhlah dariku!
Dekati yang lain saja!