Ban
belakang miu itu sebenarnya sudah tipis dan aku tidak menyadarinya. Aku baru
merasakan ketipisannya di jalan yang tidak beraspal. Jadi, jembatan yang biasa
ku lalui kini sedang putus, sehingga kendaraan bermotor beralih melalui jembatan
yang dibuat dari bambu. Setelah melalui jembatan ini akan tampak jalanan bekas
ilalang yang ditebang, jalan ini membuatku sangat kerepotan, sering kali hampir
kepleset, mungkin karena aku melaluinya di pagi hari sehingga tanah masih
basah.
Tibalah jalan
saat ban belakang miu sulit bergerak, licin, diajak bergerak lurus dia malah
miring pada porosnya, digas lagi sama saja. Pada akhirnya miu hanya melakukan
putaran membentuk sudut siku-siku, hiks.
Ku pikir,
saat-saat perjalananku ke Jonggol itu bagaikan masanya melatih tawakkal. Dahulu
aku pernah menyesal pada diriku sendiri karena bukan Allah dulu yang ku mintai
pertolongan, maka saat ini akupun hanya memohon kepada Allah, semoga aku
terbebas dari putaran ini. Alhamdulillah, akhirnya miu mampu melaju kembali.
Aku sudah
tidak ke Jonggol lagi, jadi sekarang jarang bersama miu. Entah beberapa hari
yang lalu, bapak bilang ban belakang miu bocor, bukan karena paku yang runcing,
karena tak nampak pakunya, namun sepertinya karena kerikil-kerikil yang
terlindas berulang-ulang.
Kemarin,
selepas mengajar aku melihat dan melalui serpihan-serpihan aspal seukuran
kerikil, aku jadi teringat ban motor yang bocor karena ketipisan dan alhamdulillah
aku tersadar atas suatu hikmah. Karena bannya tipis, ban jadi mudah bocor,
padahal hanya melindas kerikil. Pada diri kita, kalau iman kita tipis, akan
mudah sekali ‘terjatuh’ sekalipun masalahnya kecil. Begitupula kalau kita kurang
dzikir, akan mudah sekali dirasuki.
Keimanan
ini penting sekali untuk terus ditingkatkan, walau sejatinya iman itu memang
naik dan turun, yang meningkat dengan ketaatan dan menurun karena kemaksiatan.
Ku sertakan
link, Cara Dahsyat Meningkatkan Keimanan, klik disini.
Semoga Allah
Ta’ala selalu memberikan kita hidayah taufik.
No comments:
Post a Comment