Saturday, 14 May 2016

Pengalaman Ujian Praktek Pembuatan SIM (Minggu Kempat dan Kelima)



Teman-teman, cerita minggu keempat dan kelima ini aku gabung ya, menghemat waktu, he.
 
Jadi, karena hari selasa pagi aku mau bimbingan dulu, jadi baru sampai Polres Depok dari Rawamangun sekitar jam 2 siang. Alhamdulillah ‘ala kulli haal, jam segitu kantor ternyata sudah tutup, maka dari itu tes praktek di pindahkan di hari kamis.

Hari kamispun tiba, sekitar jam 10 aku sudah di Polres Depok, yang tes hanya berdua       , aku dan seorang anak muda, dia yang mulai duluan, bagus mengendalikan gasnya, sayangnya baru dua putaran dia sudah melewati garis finish, gagal. Mungkin dia salah hitung.

Tiba giliranku, Alhamdulillah tidak terlalu ramai kerumunan polisi, namun tetap saja ada penonton setia, calon polisi, hm. Jadi minggu ini aku gagal di puteran angka 8 yang kedua, 1 puteran lagi untuk melewati garis finish, Qadarullah wa masyaa a fa’ala mesin motornya mati, gagal.

Minggu kelima, udah males-malesan datang, tapi ya tetap di jalani. Jam 10 sampai di Polres, namun baru mulai tes sekitar jam 11 lewat. Tes dimulai, diputeran kedua udah terasa jok motor makin terasa panas, panasnya nyakitin, rasanya kaya dibakar, udah ga fokus lagi, ga nyaman duduknya, mendekati garis finish udah hampir hilang kesadaran #eh berlebihan, maksudnya udah pasrah, biarin aja deh nabrak apa ya namanya, yang oren-oren kerucut gitu.

Alhamdulillah, kenyataan kali ini lebih indah, aku tidak menabrak atau menjatuhkan kerucut oren itu, hanya rasanya melindas, he. 

Bapak instruktur tidak langsung memutuskan aku lulus atau tidak, hanya berkata tunggu di ruang TV, aku jadi merasa digantung, tapi aku tidak bisa tahan di ruang TV (bisa ditebak alasannya), aku pergi ke ruang pendaftaran, dekat ruang ujian teori.

Mematung dekat jendela menunggu keputusan, tiba-tiba suara Pak Instruktur terdengar memanggil namaku, “Nur Fadilah”

Aku mendekat, “kamu ngapain masih disini?” tanya bapaknya

“jadi, saya lulus ga pak?” tanyaku

“kamu masih mau ngulang minggu depan?” tanya bapaknya lagi

“gak lah pak, saya bosen” jawabku

“ya udah, terus ngapain masih disini?” tanya bapaknya

“jadi, saya lulus pak?” tanyaku untuk memastikan

“Iyaa” jawab bapaknya

“Alhamdulillah, makasih pak, pak (untuk instruktur kedua) makasih”

Di ruang TV, aku menunggu namaku dipanggil untuk menerima SIM.

Saat menerimanya, aku merasa lega akhirnya kemondar-mandiran ini berakhir.

Dari pengalaman ini aku belajar banyak hal, tentang keberanian mengambil keputusan agar mendapatkan SIM dengan jujur dan mempertahankannya (tidak menyogok) walau di dalamnya menuntut banyak kesabaran dan keikhlasan, tentang kemandirian menghadapi ini sendiri (maksudnya mondar-mandir sendiri) namun Alhamdulillah dari sini aku jadi belajar dan terbiasa mengadukan semua luka hati pada-Nya :’)

Terima kasih kepada teman-teman yang selalu mendukung dan mendo'akan :)

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Hamba yang selalu mengharapkan ampunan-Nya

Semarang, 12 Mei 2016,
05 Sya’ban 1437

No comments:

Post a Comment