Saturday, 25 July 2015

Atas Kehendak Allah


Pindah ke kanan ga ya? batinku ragu
(Dalam kecepatan sekitar 60 km/jam, bersama ibu menuju gedung wisuda)

Ruas kanan lebih kosong namun terpisah pembatas jalan, terlihat celah, aku ragu untuk tetap lurus atau pindah kekanan, tiba-tiba saja tanpa terasa aku berbelok ke kanan, namun ini terlalu cepat.

hah, ujung pembatas, jangan sampai tersenggol…

Yaa Allah…
Hatiku terus berdzikir mengingat-Nya diiringi dengan kesadaran ‘apakah perjalanan hidupku hanya sampai disini ?’ sementara sisi kanan motor ini terus saja bergesekkan dengan permukaan aspal.

(Motor ini akhirnya berhenti namun berhenti jauh didepanku)
Ibu !
Aku menengok ke belakang dengan hati berdebar, aku ketakutan.
Aku berjalan menuju tempat ibu namun terasa ada yang perih di siku kanan, luka berdarah.
Abaikan itu

“Ibu ga papa?” tanyaku menyesal
“lain kali jangan kaya gini lagi” ucap ibu menahan tumpahnya air mata
“iya” jawabku lirih

Orang-orang yang membantu kami meminta kami untuk diobati dulu namun aku menolak, aku masih bisa mengendarai motor.

Perjalanan dilanjutkan kembali, saat mulai menarik gas, aku merasa tanganku sakit, ternyata pergelangan tanganku terkilir, tidak apa-apa aku bisa tahan, namun ternyata air mataku tidak tahan, aku menangis disisa sepanjang jalan.

Sampai gedung wisuda kami ke kamar mandi, aku minta maaf kepada ibu atas kejadian ini.

Aku menyadari arti dibalik kecelakaan ini.

Kamipun keatas, tempat duduk orang tua dan siswa terpisah.

Aku masih belum bisa menghentikan air mataku, aku diam agar air mata ini tidak menjadi anak sungai lagi pula yang lain sedang bahagia, jangan sampai aku membuat yang lain ikut sedih.

“Dil, ada apa?” Tanya teman baikku
“Ga ada apa-apa?” jawabku
“Jangan bohong”

Aku cerita padanya kejadian hari ini, ia menyemangati dan memutuskan perjanjian sepihak.
“Kalau gitu jangan naik motor lebih dari 40 km/jam lagi ya, Dil”
(Diam)
---
Acara dimulai, para siswa berbaris bersama di luar gedung untuk memasuki gedung.

Aku ingin cepat-cepat duduk
Tunggu, kenapa sendalnya…
Mangap, ah sendalnya mangap
Jangan sampai putus pas lagi jalan diantara orang tua dan guru, malu.
---
Akhirnya duduk juga, bertahan juga sandalnya.
ku pegang sandal ku, ternyata robekannya cukup besar, padahal baru beli.
“Dil, kaki lu lecet gara-gara pakai sandal ya?” Tanya teman di kananku
“hah, iya” jawabku sambil melihat jari kaki
(maaf sudah berbohong)
 ---
Setelah pengalungan mendali, aku duduk dan diam saja, mana mungkin bisa tertawa bersama teman-teman disaat mungkin ibu juga sedang menahan sakit.
---
[Pengumuman siswa terbaik kelas IPA dan IPS]

Dihati, aku berharap, semoga aku termasuk, namun aku merasa dia yang lebih pantas, dia yang selalu mengharumkan nama sekolah, bahkan aku belum pernah.

Aku unggul karena menjadi juara kelas, aku pernah mendapat peringkat kedua namun hanya selisih 0,5 darinya.

Sebenarnya, aku ingin penghargaan itu untuk membuat ibu bahagia.

Wakil kepala sekolah terus membacakan pengumuman disaat hatiku tidak mengetahui warna perasaan yang akan memenuhi hati setelahnya.

“Siswa terbaik kelas IPA atas nama Nur Fadilah putri Bapak Ahmad dari kelas XII IPA 2”

“Aku ya?” tanyaku entah pada siapa

Aku fikir aku benar tidak tahu, namun ini jelas, tidak ada rasanya, rasa bahagia, ia masih terselimuti kesedihan.
---
Teman-teman mengajak foto bersama dan akhirnya aku ikut.
---
Hari ini, mengenang masa lalu.
Aku menyadari bahwa kebersamaan akan membuka banyak warna perasaan.
Namun, aku tetap saja berjalan bersama warna kelabu.
Dan karena itu, ketika ada rasa bahagia, aku dapat mengetahui dengan jelas bagaimana rasanya.
---
Ada banyak hal yang tak bisa terlupakan meski lama tertimbun masa, salah satunya adalah hari itu, tanggal 10 Mei 2012.

Sejak itu aku trauma, namun aku sadar bahwa aku tidak boleh memelihara rasa trauma, aku mencoba memberanikan diri mengendarai motor kembali, hanya saja walau mengendarai sendiri aku tidak berani melebihi 40 km/jam dan untuk memboncengi orang lain sepertinya rasa trauma itu masih ada.

Seiring berjalannya waktu, aku sering pergi jauh untuk menuntut ilmu. Agar tidak boros waktu di jalan, aku terus menambah kecepatan sampai terkadang mendekati 80 km/jam, hhe. Aku sadar, sekali tersenggol mungkin aku akan hilang kendali namun aku yakin bahwa apapun yang terjadi padaku, semua atas kehendak Allah.

Ket : tulisan miring adalah ucapan dalam hati

Depok, Syawal 1436

No comments:

Post a Comment