Pindah
ke kanan ga ya? batinku ragu
(Dalam kecepatan sekitar
60 km/jam, bersama ibu menuju gedung wisuda)
Ruas kanan lebih kosong
namun terpisah pembatas jalan, terlihat celah, aku ragu untuk tetap lurus atau
pindah kekanan, tiba-tiba saja tanpa terasa aku berbelok ke kanan, namun ini
terlalu cepat.
hah,
ujung pembatas, jangan sampai tersenggol…
Yaa
Allah…
Hatiku terus berdzikir
mengingat-Nya diiringi dengan kesadaran ‘apakah perjalanan hidupku hanya sampai
disini ?’ sementara sisi kanan motor ini terus saja bergesekkan dengan
permukaan aspal.
(Motor ini akhirnya berhenti
namun berhenti jauh didepanku)
Ibu
!
Aku menengok ke belakang
dengan hati berdebar, aku ketakutan.
Aku berjalan menuju
tempat ibu namun terasa ada yang perih di siku kanan, luka berdarah.
Abaikan
itu
“Ibu ga papa?” tanyaku
menyesal
“lain kali jangan kaya
gini lagi” ucap ibu menahan tumpahnya air mata
“iya” jawabku lirih
Orang-orang yang
membantu kami meminta kami untuk diobati dulu namun aku menolak, aku masih bisa
mengendarai motor.
Perjalanan dilanjutkan
kembali, saat mulai menarik gas, aku merasa tanganku sakit, ternyata
pergelangan tanganku terkilir, tidak apa-apa aku bisa tahan, namun ternyata air
mataku tidak tahan, aku menangis disisa sepanjang jalan.
Sampai gedung wisuda
kami ke kamar mandi, aku minta maaf kepada ibu atas kejadian ini.
Aku menyadari arti
dibalik kecelakaan ini.
Kamipun keatas, tempat
duduk orang tua dan siswa terpisah.
Aku masih belum bisa
menghentikan air mataku, aku diam agar air mata ini tidak menjadi anak sungai
lagi pula yang lain sedang bahagia, jangan sampai aku membuat yang lain ikut
sedih.
“Dil, ada apa?” Tanya
teman baikku
“Ga ada apa-apa?”
jawabku
“Jangan bohong”
Aku cerita padanya
kejadian hari ini, ia menyemangati dan memutuskan perjanjian sepihak.
“Kalau gitu jangan naik
motor lebih dari 40 km/jam lagi ya, Dil”
(Diam)
---
Acara dimulai, para
siswa berbaris bersama di luar gedung untuk memasuki gedung.
Aku
ingin cepat-cepat duduk
Tunggu,
kenapa sendalnya…
Mangap,
ah sendalnya mangap
Jangan
sampai putus pas lagi jalan diantara orang tua dan guru, malu.
---
Akhirnya
duduk juga, bertahan juga sandalnya.
ku pegang sandal ku,
ternyata robekannya cukup besar, padahal baru beli.
“Dil, kaki lu lecet
gara-gara pakai sandal ya?” Tanya teman di kananku
“hah, iya” jawabku
sambil melihat jari kaki
(maaf sudah berbohong)
Setelah pengalungan
mendali, aku duduk dan diam saja, mana mungkin bisa tertawa bersama teman-teman
disaat mungkin ibu juga sedang menahan sakit.
---
[Pengumuman siswa
terbaik kelas IPA dan IPS]
Dihati, aku berharap,
semoga aku termasuk, namun aku merasa dia yang lebih pantas, dia yang selalu
mengharumkan nama sekolah, bahkan aku belum pernah.
Aku unggul karena
menjadi juara kelas, aku pernah mendapat peringkat kedua namun hanya selisih
0,5 darinya.
Sebenarnya,
aku ingin penghargaan itu untuk membuat ibu bahagia.
Wakil kepala sekolah
terus membacakan pengumuman disaat hatiku tidak mengetahui warna perasaan yang
akan memenuhi hati setelahnya.
“Siswa terbaik kelas IPA
atas nama Nur Fadilah putri Bapak Ahmad dari kelas XII IPA 2”
“Aku ya?” tanyaku entah
pada siapa
Aku fikir aku benar
tidak tahu, namun ini jelas, tidak ada rasanya, rasa bahagia, ia masih
terselimuti kesedihan.
---
Teman-teman mengajak
foto bersama dan akhirnya aku ikut.
---
Hari ini, mengenang masa
lalu.
Aku menyadari bahwa
kebersamaan akan membuka banyak warna perasaan.
Namun, aku tetap saja
berjalan bersama warna kelabu.
Dan karena itu, ketika
ada rasa bahagia, aku dapat mengetahui dengan jelas bagaimana rasanya.
---
Ada banyak hal yang tak
bisa terlupakan meski lama tertimbun masa, salah satunya adalah hari itu,
tanggal 10 Mei 2012.
Sejak itu aku trauma,
namun aku sadar bahwa aku tidak boleh memelihara rasa trauma, aku mencoba
memberanikan diri mengendarai motor kembali, hanya saja walau mengendarai
sendiri aku tidak berani melebihi 40 km/jam dan untuk memboncengi orang lain
sepertinya rasa trauma itu masih ada.
Seiring berjalannya
waktu, aku sering pergi jauh untuk menuntut ilmu. Agar tidak boros waktu di
jalan, aku terus menambah kecepatan sampai terkadang mendekati 80 km/jam, hhe.
Aku sadar, sekali tersenggol mungkin aku akan hilang kendali namun aku yakin
bahwa apapun yang terjadi padaku, semua atas kehendak Allah.
Ket : tulisan miring
adalah ucapan dalam hati
Depok, Syawal 1436
No comments:
Post a Comment