Saturday, 13 June 2015

Pengalaman Pertama Ditilang


Diakhir bulan mei, selepas melalui lampu merah Matraman terdapat dua jalur kendaraan, aku memilih jalur kanan, jalur terowongan yang sedikit turun lalu menanjak kembali, karena di jalur kiri terhalang lintasan kereta api, namun hari ini aku merasa heran, kenapa pengendara motor lebih banyak yang melalui jalur kiri, ku lihat dari kaca spionku hanya ada dua motor dibelakangku yang memilih jalur yang sama denganku, ya sudahlah, aku tidak salah kan? biasanya juga banyak yang lewat sini, begitu fikirku.

Jalur ini, tidak biasanya sepi seperti ini, dibelakangku hanya ada satu atau dua mobil dan dua motor. Saat aku dan Miu mulai menanjak, cahaya mulai terlihat, bersama cahaya itu mataku menangkap banyak warna hijau, Polisi. Ah, aku diminta berhenti, aku tak merasa bersalah, sehingga aku tidak takut. Setelah diberitahukan, ternyata motor dilarang melalui jalur ini, eh. Akhirnya aku mendapat kertas merah sebagai ganti STNK Miu yang dipinjam Pak Polisi.

Bad mood mode on.

Ditambah, saat ke datang ke sekolah tidak ada informasi apa-apa yang kami dapat untuk PPL semester depan, jadi merasa sia-sia, kuliah Kimia Analitik Instrumen pun tidak jadi, dihari itu aku merasa hanya datang ke Jakarta untuk menyerahkan STNK Miu untuk menginap di rumah keduanya pak polisi saja.

Bapak, rasanya aku tidak sanggup menceritakan ini ke bapak, aku ingin menyelesaikan ini sendiri, aku merasa bersalah sekali sama bapak, namun akhirnya tetap saja aku merepotkan bapak lagi, merepotkan bapak terus, bersikeras tidak ingin buat SIM, karena aku ingin dengan tes, akhirnya uang yang bapak keluarkan untuk menebus STNK dengan pembuatan SIM (nembak) tidak jauh beda, maafin aku pak, aturan buatan manusia memang menyebalkan dan menjadi sangat menyebalkan karena dipaksa mematuhinya : (

Pengalaman ini berharga, semua ini menambah keyakinanku bahwa seharusnya aku melihat petunjuk jalan, bukan melihat pengendara motor yang lebih dahulu daripada aku, aku berfikir aku tidak salah, karena sebelumnya tidak masalah melalui jalur ini, ternyata memang ada petunjuk jalan bahwa jalur ini tidak boleh dilalui pengendara motor, hanya saja aku tidak memperhatikan.

Aku senang, ketika dalam perjalananku, aku menemukan hakikat dari kehidupan ini, apa petunjukku untuk menjalani hari-hariku selama aku didunia ini. Selama ini, aku hidup dan beribadah mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang sebelumku dilingkunganku, aku tidak memperhatikan petunjuk, ku lihat mereka berwudhu dan shalat seperti itu, merayakan hari ini dan itu, akupun mengikutinya, namun semua berubah ketika aku mulai memperhatikan petunjuk (Al-Qur’an dan Sunnah) dan mulai hari itu hidupku tidak lagi mengikuti arus lingkungan, mungkin sebagian jalan hidupku berseberangan dengan arus lingkungan, aku tidak ingin lagi dipengaruhi oleh siapapun ketika aku tidak sadar, aku ingin, akulah yang memutuskan sendiri pilihan jalan hidupku atas petunjuk Allah tabaraka wa ta’ala, aku ingin selalu berada dibawah naungan Al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman shalafus shaleh.
Ingin ku katakan, yang selalu membuat indah karena menjadi hamba Allah adalah Allah Maha Pemaaf, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

13 Juni 2015/ Sya’ban 1436
23.25
Depok, Indonesia

Thursday, 11 June 2015

Sabar dalam Mengantri


Sedih dan kecewa sekali melihat orang-orang tidak sabar dalam mengantri, baik saat naik Trans Jakarta ataupun saat naik kereta, mereka yang tidak bersabar dalam mengantri terus saja mendorong orang-orang didepannya agar dirinya dapat masuk, tidak peduli dengan yang hendak turun, padahal ia datang terakhir, subhanallah, rusak sekali.

Luka dikulitku karena goresan kuku tidak ada rasanya dibandingkan dengan sakitnya hatiku merasakan kerusakan ini. Aku tidak ingin generasiku dan generasi yang akan datang menjadi generasi yang hanya meneruskan kerusakan. Mudah-mudahan aku dapat menyampaikan pesan ini kepada murid-muridku kelak, atau jika tidak, setidaknya aku telah mencoba mengurangi kerusakan itu melalui tulisan ini.

Jika tidak ingin terlambat, kita bisa mengusahakan untuk datang lebih awal dari biasanya. Hmm, kebanyakan manusia memang tidak ingin merugi, suka bersantai-santai, ingin cepat-cepat, dan masa bodo dengan yang lain yang penting ‘gue’ enak, subhanallah, mungkin hanya disekitarku saja yang seperti ini, maka dari itu ku katakan kebanyakan.

Bersabarlah dalam mengantri.

Malulah, datang belakangan namun menyerobot masuk duluan, mendzalimi saudara yang lain.

Takutlah kepada Allah, jika pada qalbu memang masih ada rasa takut kepada Allah.

Depok-Jakarta, 11 Juni 2015

Monday, 1 June 2015

Ukiran Kenangan 01


“Mendorong Kamu”

Ditulis di Jum’at siang disela-sela deadline penulisan PKM-GT, 06/02/2015.
Pagi ini, kuliah Kimia Anorganik dengan Pak Dosen yang baru pertama kali masuk kelas kami, PKNR 2012. Jujur saja, terkadang aku suka memperhatikan siapa saja dosen yang suka mengucapkan salam (Assalamu’alaikum) saat memasuki kelas kami, dan Pak Dosen BS (samaran) termasuk yang mengucapkan salam saat masuk/keluar kelas, senang, Alhamdulillah.

Perkuliahan hari ini pertemuan pertama kimia Anorganik III, Pak BS sudah memberikan rambu-rambu khusus terkait jalannya perkuliahan hingga pertemuaan di Semester ini berakhir. Rasanya sedikit khawatir berada di kelas beliau, karena ada ‘sesuatu terkait presentasi (seminar)’ yang beliau tidak suka jika itu biasa-biasa saja, beliaupun memberikan kebebasan kepada kami apabila ada diantara kami yang ingin pindah kelas. Entahlah, mungkin aku akan bertahan, malas batal tambah KRS, selain itu aku merasa ada kesamaan tujuan antara aku dengan beliau, beliau sering kali berbicara terkait generasi, yang intinya ingin membangun generasi berikutnya yang lebih baik, bagiku ini menarik walaupun terkait seminar itu rasanya deg-degan juga.

Sering kali kalimat-kalimat motivasi beliau ucapkan untuk kami dan cukup banyak yang membekas bagiku.

“Kamu punya tanggung jawab terhadap moral (peserta didik-red)”

“Mengajarkan suatu nilai (moral-red) bukanlah hal yang mudah, namun betapa mudahnya untuk merusak (moral tersebut-red)”

“Dengan moral yang baik, Indonesia tetap bisa maju walaupun masyarakatnya tidak mengerti kimia koordinasi”

Aku menundukkan kepala, karena aku tak ingin ada yang melihat bayang-bayang air di mataku.

Ketika Aku Berpindah Dunia


Aku selalu berusaha menanamkan apapun berupa kebaikan
Baik berupa tulisan, ucapan maupun perbuatan
Semua ini ku lakukan karena aku tak ingin menuai sesal suatu hari nanti
Yaitu pada hari ketika aku berpindah dunia

Aku menyadari kesalahanku di masa lalu dalam menyampaikan
Aku terlalu emosional dan merasa paling benar
Sehingga caraku membuat mereka justru berpaling dan menjauhiku
Sesak dan sesal terasa ketika teringat masa-masa itu

Namun, aku bersyukur Allah menyadarkanku melalui tulisan seorang ustadz
Aku meminta maaf terhadap hati yang telah ku sakiti karena ulah tulisanku ini
Aku telah menghapus tulisan yang tak pantas tuk dibaca
Aku akan menyampaikan makna yang sama dengan cara yang berbeda

Karena aku ingin…
Ketika aku pulang
Ada ladang tempatku memanen buah kebaikan

10.59
Selasa, 02 Juni 2015

Dia Baru Masuk Islam Tetapi Keislamannya Lebih Baik


Abdul wahid bin Zaid berkata, “Ketika kami naik perahu, lalu angin kencang berhembus menerpa perahu kami, sehingga kami terdampar di suatu pulau ditengah laut. Kami turun ke pulau itu dan mendapati seorang laki-laki sedang bersimpuh menyembah sebuah patung.

Kami berkata kepadanya,’Diantara kami, para penumpang perahu ini, tidak ada yang melakukan seperti yang kamu lakukan ini’.

Dia bertanya,’kalau demikian, siapa yang kalian sembah?’

Kami menjawab,’Kami menyembah Allah’.

Dia bertanya,’Siapakah Allah itu?’

Kami menjawab,’Dzat yang memiliki istana di langit dan kekuasaan di bumi’.

Dia bertanya,’bagaimana kamu bisa mengetahui hal itu?’

Kami menjawab,’Dzat tersebut mengutus seorang rasul kepada kami dengan membawa mukjizat yang jelas, maka rasul itulah yang menerangkan kepada kami mengenai hal itu’.

Dia bertanya,’lalu apa yang Dia lakukan terhadap rasul kalian itu?’

Kami menjawab,’ketika rasul itu telah tuntas menyampaikan risalah-Nya, Allah mencabut ruhnya, kini utusan tersebut telah meninggal’.

Dia bertanya,’apakah dia tidak meninggalkan suatu tanda kepada kalian?’

Kami menjawab,’Dia meninggalkan Kitab Suci Allah untuk kami’.

Dia berkata,’coba kalian perlihatkan kitab suci itu kepadaku!’

Kemudian kami memberikan kitab mushaf kepadanya, maka dia berkata,’siapa yang bisa membacanya dengan bagus?’

Lalu kami membacakan beberapa ayat kepadanya, maka tiba-tiba ia menangis, dan berkata,’Tidak pantas Dzat yang memiliki firman ini didurhakai.’

Kemudian ia memeluk islam dan menjadi seorang muslim yang baik. Selanjutnya dia meminta izin kepada kami agar diizinkan ikut serta dalam perahu. Kamipun menyetujuinya lalu kami mengajarkannya beberapa surat al-Qur’an. Ketika malam tiba, sementara kami semua telah berada di tempat tidur kami, tiba-tiba dia bertanya,’Wahai kalian, apakah Tuhan yang kalian beritahukan kepadaku itu juga tidur?’

Kami menjawab,’Dia Maha Hidup, Terus menerus mengurusi makhluk-Nya, dan tidak pernah mengantuk atau tidur.’

Maka dia berkata,’Ketahuilah, bahwa diantara akhlak tercela adalah seorang hamba tidur nyenyak dihadapan tuannya’. Dia lalu melompat, berdiri untuk mengerjakan shalat. Demikianlah, kemudian dia terus shalat sambil menangis hingga tiba waktu subuh.

Diketik ulang dari buku 99 Kisah Orang Shalih
15 Sya’ban 1436/02 Juni 2015
@Depok, Indonesia